DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 ujuan Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua
2.2 Jenis-jenis Pola Asuh Anak
2.3 Pengertian Kepribadian
2.4 Pengertian Karakter
2.5 Pengertian Pendidikan Karakter
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengaruh pola asuh orang tua denga tingkat ekonomi menengah keatas dan menengah kebawah terhadap pembentukan kepribadian anak
3.2 dampak yang ditimbulkan dari pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah keatas dan menengah kebawah terhadap pembentukan kepribadian anak.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat serta Nikmat dan Sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu menyelesaikan pembuatan Karya Tulis ini sebagai tugas untuk melengkapo administrasi pengusulan dupak.
Penulis tenetu menyadari bahawa Karya Tulis ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi Karya Tulis yang lebih baik lagi, dana pa bila terdapat banyak kesalahan pada Karya Tulis ini penulis mohon maaf yang sebesar besarnya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung pembuatan karya tulis ini. Demikian, semoga Karya Tulis ini dapat bermanfaat, Terima Kasih
| | Denpasar, 5 November 2019 |
| | |
| | Penulis |
BAB I
PENDAHULUAN
Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak moral dan pendidikan anak ( Kartono, 1992). Menurut program BKKBN Keluarga adalah unit dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anak, atau ayah dan anak, atau ibu dan anak. ( UU No.52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga ). Tugas utama keluarga adalah memenuhi kebutuhan emosional anggota keluarganya. Pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga yang hidup dalam lingkungan yang sehat, bahagia dan sejahtera.
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak yang mempunyai pengaruh besar. Haryoko (1992:2) berpendapat bahwa lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya sebagai stimlas dalam perkembangan anak. Bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan pertama kalinya dan dikatakan sebagai pendidik utama karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar pekembangan dan kehidupan anak dikemuadian hari. Apabila cara orang tua mendidik anaknya dirumah dengan baik, maka di sekolah atau lingkungan masyarakat anak itupun akan berperilaku baik pula. Tapi sebaliknya apabila cara orang tua mendidik anaknya di rumah dengan kurang baik seperti lebih banyak santai, bermain, dimanjakan berlebihan, maka d isekolah atau di lingkungan masyarakat yang kondisinya berbeda dengan lingkungan keluarganya maka anak tersebut akan menjadi pemberontak, nakal, kurang sopan dan malas.
Masalah perekonomian keluarga pun sangat mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap pembentukan kepribadian anak. Pembentukan kepribadian anak akan terganggu apabila keluarganya mengalami masalah ekonomi yang cukup berat dan disinni diperlukan pola asuh orang tua yang benar supaya anak bisa membentuk kepribadiannya dengan baik.
1. Bagaimana pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah atas dan menegah kebawah terhadap pembentukan kepribadian anak?
2. Apa dampak yang ditimbulkan dan solusi dari pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah ke atas dan ke bawah terhadap pembentukan kepribadian anak?
1. Untuk mengetahui tentang pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah atas dan menengah kebawah terhadap pembentukan kepribadian anak.
2. Untuk mengetahui tentang dampak dan solusi yang ditimbulkan dari pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menegah atas dan menengah kebawah terhadap pembentukan kepribadian anak.
BAB II
LANDASAN TEORI
a. Berdsasarkan tata bahasanya, pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh, menurut kamus umum bahasa indonesia, kata pola berarti model, sistem, cara kerja, serta bentuk ( struktur yang tetap), sedangkan kata asuh mengandung arti menjaga, merawat, dan mendidik anak agar dapat berdiri sendiri. Orang tua adalah pendidik utama dan pertama sebelum anak memperoleh pendidikan di sekolah. Karena dari keluargalah anak pertama kalinya belajar. Jadi keluarga tidak hanya berfungsi sebagai penerus keturunan saja, tetapi lebih dari itu adalah pembentuk kepribadian anak.
b. Menurut Kohn, pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang rua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan –aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua meunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.
c. Tarsis Tarmudji, menyatakan bahwa, pola asuh merupakan interaksi antara orang tua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan dengan norma-norma yang ada di masyarakat.
d. Menurut Bjorklund dan Bjorklund, dkk (1992) dalam Daeng Ayub Natuna (2007:144) bahwa pola asuh orang tua adalah cara-cara orang tua berinteraksi secara umum dengan anaknya. dalam hal ini banyak macam klasifikasi yang dapat dilakukan, salah satunya adalah kasifikasi otoriter, permisif, dan otoritatif
e. M. Shochib (1998:14) mengatakan bahaw pola pertemuan antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik dengan maksud bahwa orang tua mengarahkan anaknya sesuai dengan tujuannua, yaitu membantu anak memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri. Orang tua dengan anaknya sebagai pribadi dan sebagai pendidik, dapat menyingkap pola asuh orang tua dalam mengembangkan disiplin diri anak yang tersirat dalam situasi dan kondisi yang bersangkutan.
f. Sementara itu. Alex Sobur (1991:23) mengatakan bahwa sebenarnya anak-anak yang diasuh secara langsung oleh ibu dan ayah adalah anak-anak yang beruntung, karena mereka tidak hanya mengalami satu tetapi beberapa pendekatan yang membuatnya dewasa. Proses pendewasaan ini akan banyak menentukan pembentukan kepribadian anak kelak. Ia akan memiliki cara berpikir dan kehidupan perasaan yang kaya dan seimbang karena terbiasa menghadapi dua macam individu yang berbeda secara dekat dan terus menerus.
1. Pola Asuh Pemissif
Definisi pola asuh permissif menurut beberapa ahli yaitu :
a. Hurlock (2006) mengemukakan bawha orang tua yang menerapkan pola asuh permissif memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut : orang tua cenderung memberikan kebebasan penuh pada anak tanpa ada batasan dan atran dari orang tua, tidak adanya hadiah ataupun pujian meski anak berperilaku sosial baik, tidak adanya hukuman mesk anak melanggar peraturan.
b. Gunarsa (2000) mengemukakan bahwa orang tua menerapkan pola asih permissif memberikan kekuasaan penuh pada anak, tanpa dituntut kewajiban dan tanggung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku anak dan hanya berperan sebagai pemberi fasilitas, serta kurang berkomunikasi dengan anak. Dalam pola asuh ini, perkembangan kepribadian anak menjadi tidak terarah dan mudah mengalami kesulitan jika harus menghadapi larangan-larangan yang ada di lingkungannya.
c. Prasetya dalam Anisa ( 2005 ) menjelaskan bahwa pola asuh permissif atau pola asuh penelantar yaitu dimana orang tua lebih memorioritaskan kepentingannya sendiri, perkembangan anak terabaikan dan orang tua tidak mengetahui apa dan bagaimana kegiatan anaknya sehari-hari.
d. Dariyo dalam Anisa (2005) juga menambahkan bahwa pola asuh permissif yang diterapkan orang tua dapat menjadikan anak kurang sisiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Namun bila anak mampu menggunakan kebebasan secara bertanggung jawab, maka dapat menjadi orang yang mandiri, kreatif dan mampu mewujudkan aktualitasnya.
2. Pola Asuh Otoriter
Definisi pola asuh otoriter menurut bebrapa ahli yaitu :
a. Hurlock (2006) menyatakan bahwa orang tua yang mendidik anak dengan menggunakan pola asuh otoriter memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut : orang tua menerapkan peraturan yang ketat. Tidak adanya kesempatan ntuk mengemukakan pendapat, anak harus mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh orang tua, berorentasi pada hukuman ( fisik maupun verbal ) dan orang tua jarang memberikan hadiah ataupun pujian.
b. Menurut Gunarsa (2000), pola asuh otoriter yaitu pola asuh dimana orang tua menerapkan aturan dan batasan yang mutlak harus ditaati, tanpa memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat. Jika anak tidak mematuhi akan diancam dan dihukum. Pola asuh otoriter ini dapat menimbulkan hilangnya kebebasan pada anak, inisiatif dan aktivitasnya menjadi kurang, sehingga anak menjadi tidak percaya diri pada kemampuannya.
c. Senada dengan hurlock, Dariyo dalam Anisa (2005), menyebutkan bahwa anak yang dididik dalam pola asuh otoriter, cenderung memiliki kedisiplinan dan kepatuhan yang semu.
3. Pola Asuh Demokratis
Definisi pola asuh demokratis menurut beberapa ahli yaitu :
a. Hurlock (2006) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan ciri-ciri adanya kesempatan anak untuk berpendapat mengapa ia melanggar aturan sebelum hukuman dijatuhkan, hukuman diberikan kepada perilaku yang salah dan memberi pujian ataupn hadiah kepada perilaku yang benar.
b. Gunarsa (2000) mengemukakan bahwa dalam menanamkan disiplin kepada anak, orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan dan menghargai kebebasan yang tidak mutlak, dengan bimbingan yang penuh pengertian antara anak dan orang tua, memberi penjelasan secara rasional dan objektif jika keinginan dan pendapat anak tidak sesuai. Dalam pola asuh ini anak tumbuh rasa tanggung jawab, mampu bertindak sesuai dengan norma yang ada.
c. Dariyo dalam Anisa (2005) mengatakan bahwa pola asuh demokratis ini disamping memiliki sisi positif dari anak, terdapat juga sisi negatifnya, dimana anak cenderung merorong kewibawaan otoritas orang tua, karena segala sesuatu itu harus dipertimbangkan oleh anak kepada orang tua. Diakui dalam prakteknya di masyarakat , tidak digunakan pola asuh yang tunggal, dalam kenyataan ketiga pola asuh tersebut digunakan secara bersamaan di dalam mendidik, membimbing dan mengarahkan anaknya, adakalanya orang tua menerapkan pola asuh otoriter, demokratis dan permissif. Dengan demikian secara tidak langsung tidak ada jenis pola asuh yang murni diterapkan dalam keluarga, tetapi orang tua cenderung menggunakan ketifa pola asuh tersebut.
d. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Dariyo dalam Anisa (2005), bahwa pola asuh yang diterapkan orang tua cenderung mengarah pada pola asuh situasional, dimana orang tua tidak menerapkan salah satu jenis pola asuh tetentu, tetapi memungkinkan orang tua menerapkan pola asuh secara fleksibel. Luwes dan sesuai dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu.
4. Tipe Penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anakya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis terhadap anak-anaknya. Indikator dari pola asuh orang tua terhadap anaknya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Pola asuh permissif, antara lain mempunyai indikator :
· Memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada batasan dan aturan dari orang tua
· Anak tidak mendapatkan hadiah ataupun pujian meski anak berperilaku sosial baik
· Anak tidak mendapatkan hukuman meski anak melanggar peratuaran
· Orang tua kurang kontrol terhadap perilaku dan kegiatan anak sehari-hari
· Orang tua hanya berperan sebagai pemberi fasilitas.
b. Pola asuh otoriter, antara lain mempunyai indikator :
· Orang tua menerapkan peraturan yang ketat
· Tidak adanya kesempatan untuk anak mengemukakan pendapat
· Segala peraturan yang dibuat harus dipatuhi oleh anak
· Berorentasi pada hukuman (fisik maupun verbal)
· Orang tua jarang memberikan hadiah maupun pujian
c. Pola asuh demokratis antara lain mempunyai indikator :
· Adanya kesempatan bagi anak untuk mengemukakan pendapat
· Hukuman diberikan akibat perilaku salah
· Memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar
· Orang tua membimbing dan mengarahkan tanpa memaksakan kehendak kepada anak
· Orang tua memberi penjelasan secara rasional jika pendapat anak tidak sesuai
· Orang tua mempunyai pandangan masa depan yang jelas terhadap anak
Menurut Atkison,dkk (1996), Kepribadian adalah pola perilaku dan cara berpikir yang khas, yang menentukan penyesuaian diri dari seseorang terhadap lingkungannya (Sugihartono,dkk 2007:46) . definisi tersebut menunjukkan adanya konsistensi perilaku, bahwa orang cenderung untuk bertindak atau berpikir dengan cara tertentu dalam berbagai situasi. Istilah kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa inggris “Personality”. Secara etimologis, kata personalityberasal dari bahasa latin “persona” yang berati topeng. Menurut Gordon W All Port “Personality is the dynamic organization within the individual of those psychophycal system, that determines his uniquw adjustment to his environment”. Menurut bangsa roma, persona berarti “bagaimana seseorang tampak pada orang lain”, bukan dari sebenarnya. Aktor menciptakan dalam pikiran penonton, suatu impresi dari tokoh yang diperankan diatas pentas, bukan impresi dari tokoh itu sendiri. Dari konotasi kata persona iniliah, gagasan umum mengenai kepribadian sebagai kesan yang diberikan seseorang pada orang lain diperoleh. Apa yang dipikir, dirasakan dan siapa dia sesungguhnya termasuk dalam keseluruhan “make up” psikologis seseorang dan sebagian besar terungkapkan melalui perilaku, karena itu kepribadian bukanlah suatu antribut yang pasti dan spesifik, melainkan merupakan fasilitas perilaku total seseorang.
Dennis Coon dalam bukunya Introduction to Psychology : Exploration and Aplication mendefinisikan karakter sebagai suatu penilaian subyektif terhadap kepribadian seseorang yang berkairan dengan atibut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima oleh masyarakat. Karakter adalah jawaban mutlak untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik didalam masyarakat. Pengertian karakter meunurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaanm hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen dan watak” adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak” menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills),. Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang berperilaku sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tesebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai ”the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Disamping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut “Character education is the deliberte effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think aout the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able ti judge what is is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yangg mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Menurut . T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah : Cinta kepada Tuhan / Allah dan ciptaan-Nya (alam beserta isinya), tanggung jawab, juju, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan : baik, dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari : dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab: kewarganegaraan, ketulusan berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karkater di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnua dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi dan lingkungan sekolah tersebut.
Dewasa ini banyak pihak menunutut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lemaga pendidikan formal, tentunya tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasusu dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat mresahkan. Oleh karena itu, lebaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui meningkatnya peranannya dalam pembentuan kepribadian peserta didik melalui oeningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar oendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upasa peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat diantara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarannkan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang koginitif, pendekatan analisis nilai dan pendekatan tradisional, yakni melalui penamaan nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik. Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara osikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif dan psikomotorik) dalam konteks interaksi interaksi silisal kultural ( dalam keluarga, sekolah dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam : olah hati (spiritual and emotional development)m olah pikir (inellectual develoopment), Olah Raga dan Kinestik (Physical dan kinestetic development) , dan Olah Rasa dan Kasa (Affective and Creativity development) yang secara diageamatik dapat digambarkan sebagai berikut. Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hers, et. Al. (1980), diantara berbagai teori yang berkembang ada enam teori yang banyak digunakan, yaitu pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral koginitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni : pendekatan koginitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur minoritas, yang biasa menjadi tumpuhan kajian psikologi, yakni : perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia, lingkugan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tatakrama, budaya dan adat istiadat.
BAB III
PEMBAHASAN
Pengasuhan anak dilakukan oleh orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu. Pengginaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhasdap bentuk-bentuk perilaku sosial pada anak. Pola asuh yang diberikan orang tua pada anak berbeda-beda hal ini sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Yang temrasuk faktor internal misalnya latar belakang keluarga dan orang tuanya, usia orang tua anak, pendidikan dan wawasan orang tua dalam keluarga. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal misalnya adalah tradisi yang berlaku dalam lingkungannya, sosial ekonomi dalam lingkungannya, dan semua hal yang berasal dari luar lingkungan keluarga yang dapat mempengaruhi pola asuh keluarganya.
Permasalahan ekonomi di Indonesia memang sangat memprihatinkan, beigtu pula dengan permasalahan ekonomi dalam keluarga yang merupakan masalah yang paling serirng dihadapi. Tanpa disadari permasalahan ekonomi dalam keluarga sangat mempengaruhi atau beradampak pada pola asuh yang diberikan pada anak. Orang tua terkadang melampiaskan kesalahan yang dihadapi pada anaknya, padahal untuk anak yang usia prasekolah atau masih usia balita masih belum mengerti tentang masalah perekonomian dalam keluarga yang hanya akan memperburuk keadaan psikologi anak dan anak hanya menjadi koran dari orang tuanya. Pola asuh orang tua yang tingkat ekonominya menengah kebawah akan berbedaperwujudannya, orang tua yang tingkat ekonominya menengah keatas dalam pengasuhan biasanya akan memanjakan anaknyaapapun yang diinginkan olehnya akan dipenuhi oleh orang tuanya. Dengan tingkat perekonomian menengah atas segala kebutuhan dan keinginan anaknya selalu terpenuhi dan orang tua selalu memberikan fasilitas yang berlebih pada anaknya yang terkadang tidak terlihat dari dasar perkembangan anaknya. Pola asuh yang diberikan oleh orang tua terhadap anaknya hanya sebatas dengan materi yang dimiliki orang tua, perhatian dan kasih sayang orang tua terkadang terlupakan akibat orang tuanya dsibuk dengan urusan materinya dan dalam perwujudan pola asuhnya hanya diwujudkan dalam materi atau pemenuhan kebutuhan anaknya. Anak yang terbiasa dari kecil didik oleh orang tuanya dengan pola asuh yang demikian, akan berdampak buruk pada pembentukan kepribadian anak. Kepribadian anak akan menjadi manja, serba menilai sesuatu dengan materi, dan tidak menutup kemungkinan anak akan menjadi sombong dengan kekayaan yang dimiliki oleh orang tuanya serta kurang menghormati dan menghormati orang yang ekonominya lebih rendah darinya. Sedangkan pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi yang kurang. Biasanya dalam pola pengasuhannya tidak terlalu sering memenuhi kebutuhan anak yang berupa materi tetapi lebih menekankan pada kasih sayang dan perhatian serta bimbingan untuk membentuk kepribadian yang baik bagi anaknya. Pemenuhan kebutuhan pun hanya bersifat yang sangat penting saja. Oleh karena itu anak yang hidup dengan segala kekurangan yang dialami oleh keluarganya sehingga akan terbentuk kepribadian yang mandiri, tidak manja, mampu menyelesaikan ,permasalahan yang dihadapinyadan akan lebih menghormati dan menghargai orang lain.
Tetapi dalam kenyataannya terdapat juga anak yang tingkat ekonomi keluarganya menengah keatas berperilaku baik dan menghargai serta menghormati orang lain yang juga suka membantu teman temannya yang tingkat ekonomi orang tuanya menengah kebawah. Dan terdapat juga anak yang tingkat ekonomi orang tuanya menengah kebawah terkangan minder atau malu dengan keadaan ekonomi orang tuanya sehingga menyebabkan kepribadian anak yang kurang menghormati orang tuanya dan dka berperilaku kurang sopan pada orang tuanya. Oelh karena itu peran orang tua dalam penerapan pola asuh apada anaknya sangat penting dan harus menyeimbangkan dengan pendidika agama pada anak sedari dini mungkin supaya membentuk kepribadian anak yang baik dan membanggakan orang tuanya serta selalu mensyukuri segala yang telah diberikan oleh sang Pencipta.
Dampak yang ditimbulkan dari pola asuh orang tua yang salah akan membentuk kepribadian anak yang salah pula, begitu pula sebaliknya apabila pola asuh orang tua benar maka pembentukan kepribadian akan benar. Menurut psikolog anak dari Universitas Indonesia, Prasetyawati (Tempo, 2009) mengatakan tangguh tidaknya kepribadian seorang anak bergantung pada pola asuh permisif yaitu orang tua cenderung menggantungkan diri pada kebenapenalaran dan manipulasi, tidak menggunakan kekuasaan terbuka sehingga anak lebih bebas melakukan sesuatu sesuai kehendaknya. Orang tua dianggap berkuasa dan tidak membimbing anak untuk patuh pada perintah semua orang tuanya . kebebasan yang berlebihan seperti ini tidak sesuai dengan perkembangan jiwa anak yang dapat menyebabkan anak menjadi imfulsif dan agresif. Sedangkan pada pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah kebawah menerapkan pola asuh yang dikenal sebagai model demokratis, ditandai dengan dukunga nemosional yang tinggi, komunikasi yang terbuka, standar yang tinggi dan jaminan kemandirian sehubungan dengan kompetensi anak. Anak yang diasuh dengan menggunakan model poa asuh demokratis dapat memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya dan dapat mengembangkan keterampilannya. Bermacam macam pola asuh yang diterapkan oleh orang tua ini sangat mempengaruhi bagaimana anak melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya. Seperti pengaruh pengaruh dari pola asuh seperti ini :
· Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, memounyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal batu dan koperatif terhadap orang lain.
· Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup dan tidak berisiniatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah serta cemas dan menarik diri
· Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang implusive, agresif, tidak patuh, manja, dan kurang matang secara sosial.
· Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mood, implusive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, self esteem ( harga diri ) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman.
Agar dampak yang ditimbulkan dari pola asuh orang tua yang salah tidak terjadi, maka sebaiknya orang tua menerapkan pola asuhnya disertai dengan beberapa hal sebagai berikut :
· Usahakan untuk selalu menanamkan ajaran agama pada adnak-anak sejak dini. Pola asuh keluarga berbasis agama yang dinilai sebagai paling baik saat ini
· Anak akan meniru orang tua, jadi sebaiknya orang tua pun harus menjadi teladan yang baik, jika ingin memiliki anak yang berperilaku positif, orang tua pun harus menjauhi segala hal yang negatif
· Menjalin komunikasi antara orang tua dan anak adalah hal yang sangat penting, hal ini agar terjadi saling pengertian dan tidak menimbulkan salah paham
· Orang tua wajib memberikan aturan-atura tertentu agar anak ridak terlalu dibebaskan, namun aturan-atran tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan atau kebutuhan anak. Sehingga anak pun tidak merasa berat dan terbebani.
· Hukuman memang boleh diberikan, bahkan dianjurkan agar sianak menjadi jera, tapi hukuman yang dimaksud bukanlah kemarahan yang menjadi-jadi atau kekerasan fisik yang mebuat anak kesakitan, anak yang masih labil, bisa salah paham dan berpikiran buruk pada orang tua yang suka memberikan hukuman fisik. Hukuman orang tua pada anak adalah bentuk kasih sayang, jadi sebagai orang tua harus pintar-pintar memberikan hukuman yang cocok.
PENUTUP
· Pengaruh pola asuh orang tua denga ntingkat ekonomi menengah ke atas dan menengah kebawah memiliki pengaruh yang berberda pada perkembangan kepribadian anak. Anak yang berada pada keluarga yang tingkat ekonominya menengah atas biasanya memiliki sifat yang kurang baik, kurang menghormati dan menghargai orang lain, memandang orang lain dari sisi materinya saja dan bersikap sombong. Perilaku tersebut lahir karena ppola asuh orang tua yang salah, pola asuh pada kasus yang seperti ini biasanya menggunakan model permisif yaitu selalu memanjakan anaknya, kurangnya berinteraksi antara orang tua dan anak. Mungkin karena keadaan orang tua yang selalu sibuk dengan urusan pekerjaannya.
· Sedangkan pada anak yang berada pada lingkungan keluarga dengan tingkat ekonomi menengah kebawah boasanya memiliki s ifat yang mampu berdiri sendiri, membentuk kepribadian yang kuat dan tangguh, lebih menghormati dan menghargai orang lain, selalu bersyukur atas apa yang dimilikinya dan bersikap baik. Perilaku yang seperti lahir atas pola asuh orang tua yang benar, pola asuh pada kasus ini biasanya menggunakan model pola asuh demokratis dimana komuniksi dan interaksi antara anak dan orang tua berjalan baik, perhatian dan kasih sayang dari orang tua yang selalu hangat diberikan setiap saat, dan pendidikan forrmal serta pendidikan agama yang baik yang diajarkan sedari dini
· Dampak yang terjadi akibat penerapan pola asuh yang salah pada keluarga akan menyebabkan pembentukan kepribadian yang salah pada anak. Diharapkan setiap orang tua harus mampu dan teliti untuk memilih jenis pola asuh yang baik yang akan diterapakan dala mproses pengasuhan orang tua pada anaknya.